Meski
matahari tlah berselimut di balik bulan, Jakarta tak pernah bisa terlelap,
terus menerus berjalan bertongkat lampu-lampu kota yang berlomba-lomba
memancarkan cahaya, berjalan di kehidupan yang kejam yang bisa merubah
seseorang terkecuali maemunah, malam ini pun ia masih setia memandang langit
tanpa bintang di apartemennya di lantai delapan. Pikirnya sewaktu muda Jakarta
adalah kota yang memberikan kebahagiaan namun sebaliknya selama ia berselimut
di Jakarta tak pernah lagi senyuman datang pada bibir tipisnya. Apalagi melihat
diri suaminya yang sudah suram dengan asap mobil.
Suara
pintu di buka
Seorang
pria berdasi memasuki apartemennya tanpa mengucap salam, maemunah sudah dapat
menebak bahwa pria itu pastilah suaminya, segera wanita itu menyambut
kedatangan pria yang sudah lama telah hidup dalam hatinya dan setiap aliran
darahnya.
“ malam sekali pulangnya? “
“ ada urusan sedikit “ ucap dadang datar
“ sudah solat? “
“ masih capek, aku mau tidur saja”
Hatinya merasa diremas remas, bukankah
dulu dadang adalah pemuda soleh nan baik hati? Oleh sebab itulah dirinya mau di
persunting pria berbadan tinggi ini.
” aku rindu pada mu aa
” ucapnya seraia berbisik
” apa? ”
” rindu mendengar
suaramu saat kau mengaji, rindu kau saat... ”
” aku ini sibuk!! Tiap hari harus pergi cari duit, itu semua untuk siapa?!
Bukankah untuk mu sendiri.?!”
” maksudku bukan
begitu..”
” diam !!!! jangan
buatku kesal ”
Hari demi hari terus berganti namun peristiwa
malam itu serasa terus menerus terulang lengkap dengan dialog yang sama
¤
Pagi itu tak seperti biasanya memunah
menyiapkan sarapan dengan menu pisang goreng, pikirnya saat itu semoga dengan
pisang goreng ini suaminya dapat ’kembali lagi’
” Mana
sarapannya? ”
” Tarat!!!! ”
dengan suara yang penuh semangat
” hah?” dengan
wajah tanya dadang mengangkat sebelah alisnya
Matanya tertuju pada goreng pisang yang
dimasak agak gosong ditangan maemunah, yang penuh harapan.
” Pisang
goreng? Ini kesukaan aa kan? ”
” Kau mengejek
hah?! ”
” Apa?...”
” Jangan
pura-pura bego!!!”
” Inikan
kesukaan aa? ” sekali lagi wanita itu menejelaskan
” Itu kesukaan si Dadang si buruh bangunan, bukan Pak dadang pengusaha
bahan bangunan terkenal! ”
................................................................................................................
Maemunah tak
melanjutkan lagi perdebatan pisang goreng yang tadi, ia sangat mengerti sipat
suaminya, dan akhir dari perdebatan itupun sudah bisa ditebaknya, biarlah ia
mengalah lagi dan menelan pil pahit di pagi hari dengan harapan yang salah
sepertinya.
Beberapa saat kemudian
roti bakar yang baru sesaat tadi matang telah mulai masuk dilahap dadang sesuap
demi sesuap kemulutnya yang berkumis tebal.
¤
Jum’at pukul 12.30 WIB
Maemunah masih menyimpan segudang harapan
bagi suaminya, berharap pria itu akan kembali seperti dahulu lagi, kali ini
wanita manis itu mengunjungi toko matrial milik suaminya, sambil membawa
serantang makan siang special.
Semoga serantang makan siang ini bisa
mengingatkan dadang ketika mereka masih pacaran dulu di kampung halaman mereka,
di sebuah desa yang sangat kecil dan terpencil. Saat itu dadang masih menjadi
kuli bangunan dan maemunah pun barulah lulus sekolah dasar. Tapi pikiran gadis
kecil itu sudah melambung jauh ke pernikahan.
Siang itu maemunah rela mencuri nasi dan
sayur asam emaknya untuk ia berikan pada dadang yang bekerja membuatkan kandang
kambing pak sutomo. Hingga akhirnya kaki maemunah merah-merah dipukuli pake
lidi oleh nenek tua yang ia panggil dengan sebutan emak. tak sedikit pun rasa
sesal melekat dihati maemunah saat itu malah rasa kesal memenuhi jantungnya pada
pak sutomo yang mengadukan ulah gadis bau kencur itu pada emaknya yang galak.
Bayangan kecil yang lucu dan membuatnya tersenyum malu saat mengingatnya.
.............................................................................................................................................
Setengah jam kemudian akhirnya maemunah
sampai, tempatnya lumayan dekat. Namun karena jam makan siang jalanya agak
macet.
¤
Sesampainya di ruang kerja dadang, hati
maemunah berbunga-bunga melihat tubuh suaminya yang ketiduran di kursi
kerjanya. Beberapa menit lamanya ia pandangi wajah dadang yang terlihat
kelelahan. Tanpa disadari tangannya yang lembut mengusap titik-titik kringat
yang jatuh dikening suaminya.
Tubuh yang tadinya tertidur pulas itu
kemudian terbangun seketika.
”
eh... Aa, keganggu yah?”
”
kau? ”
mata dadang masih layu dan sedikit merah,
beberapa kali ia menguap.
”
Aku bawakan makan siang,”
Tanganya dengan cepat mengait gagang
rantang, dan membukanya satu persatu, ditunjukannya makanan kesukaan dadang.
Satu rantang berisi nasi, sayur asam, tempe goreng dan sambel plus lalabanya.
Dadang hanya menatap satu persatu makanan yang disodorkan oleh istrinya dengan
wajah yang sedikit kesal.
”
kita makan bareng yuk! ”
”
kau saja makan, ”
”
eneng saja? A?”
”
A udah makan ”
”
tapi ini enak loh..., cobain dulu”
Ia menyodorkan sesendok sayur asam
”
gimana? Enakkan?”
” lumayan,... aku sibuk!
Bentar lagi harus ngirim dua truck pasir ke priuk”
” ya... udah sayurnya di bawa
saja, takutnya aa laper dijalan”
” gak usah, kalau laper juga
tinggal beli di jalan!”
” oh...begitu yah...” sorot
matanya kembali redup. Kecewa.
” kau saja yang makan, ”
” iya..,” maemunah tak berani
membantah perkataan suaminya lagi
” sudah dzuhur kan, Aa udah
solat? Solat bareng yuk!! Disini ada musolah kan?”
” kau saja, aku tak sempat!”
” tapi Aa.... solat kan...”
” maemunah!!! Kau ini dari
tadi ganggu saja kalau mau solat yah... solat sana!!! Ribet banget”
Bentakan dadang kali ini dengan suara
yang keras membuat para pegawai meririk ke arah mereka berdua, ada rasa malu,
kecewa, bahkan sakit hati dihati maemunah...
Tak mau pertengkaran yang memalukan
baginya ini berlangsung lebih jauh maemunah segera bergegas ke musolah
mengambil air wudu dan solat.
¤
Maemunah telah mengenakan kembali
kerudungnya setelah sesaat yang tadi kerudungnya telah digantikanya dulu dengan
mukena, setelah keluar dari musolah masih nampak dadang yang berdiri tegap
mengangkat pinggang memandori kerja para pegawainya.
Aku selalu berdo’a untuk mu Aa, semoga Allah
SWT memberikan hidayah untuk mu agar kau bisa jadi si dadang
Selangkah demi selangkah kakinya menapaki
bebatuan kecil menghampiri suaminya
”
Aa...”
”
kalau sudah, pulanglah.... aku sibuk”
” aku tau.., aku
pulang a..”
” Munah...!! ” teriak
dadang
” Emh....??”
” jangan tunggu aku
pulang, nanti malam aku pulang telat! ”
” iya a....”
Iya aa....., aku tak akan menunggu atau bahkan menjemput
dirimu a biarlah kau yang dulu kembali dengan sendirinya pada ku, biarlah juga
segalanya kuserahkan hanya pada-Nya, semoga kau sadar bahwa kau telah berubah
Disebrang jalan sebuah angkutan kota
melaju begitu cepat tak terkontrol. Maemunah terus berjalan dengan pikiranya
yang sudah dari tadi kosong dan saat dadang menoleh dilihatnya tubuh istrinya
tertabrak angkot dan jatuh ke tengah jalan disusul sebuah truck yang mengangkut
kayu-kayu gelondongan ikut melaju pula di tengah jalan. Dan akhirnya dadang
hendrawan hanya terpaku diam melihat tubuh istrinya berlumuran darah yang kini
tak bernyawa lagi.