Senin, 10 Desember 2012

SATU PERSEN


                      oleh Didah Hamidah



Penyihir negeri seberang
sihirmu t'lah sampai dimataku
memekatkan pandangku dari
dunia dusta
di tengah lelaki pendusta



Ini aku menangis menahan perih
cintaku habis terkikis
bersisa satu persen saja. Sebab
sihirmu menahan panah terujung
menyisahkan harap tak berjudul

penyihir negeri seberang
bawa aku menyebrang ke negerimu
menjauh dari lelaki pendusta

Jumat, 06 Juli 2012

kristalkasihku

mungkin tulisan ini mampu berubah menjadi artepak di hatimu yang kini telah menghapusku, atau benar-benar t'lah menghilangkanku yang terus menyakitimu.
boleh saja jika kau memakiku atau membenciku, asal namaku tetap kau ingat. bagiku untuk sekarang itu sudah cukup
setengah dari umurku kuhabiskan untuk tertawa bersamamu, membagi kisah cerita, segalanya. tak ada yang kusembunyikan. 'karena terlalu banyak waktu untuk kita bersama, sahabat'.
apa aku yang bodoh, atau sebut saja munafik, untuk mengakui rasa hatiku yang ternyata sama dengan mu.
ku pikir ini bukan. atau salah. dan tidak!!!!
saat semua berjalan, dan kau pun berjalan menjauhiku. pada akhirnya aku sadar. lebih dari segala-galanya aku juga merasakan itu juga.
tapi mungkin kau lelah karena separuh dari umurmu itu, kau habiskan hanya untuk perpempuan sepertiku hingga akhirnya, kau pergi_

-didah hamidah-

Rabu, 30 Mei 2012

BERMAIN DIAM

                                        Oleh Didah Hamidah


           
 
Teman...
Jangan katakan! rasamu....

Cukup hatimu yang tahu
Biarkan aku dirundung rasa tanya
Tatkala memikirkanmu
Kurasa akan lebih baik begini

Jika nanti telingaku terus menanti bisikan cintamu
Dan gadis genit ini merayumu untuk itu
Jangan pedulikan, karena nantinya
Tak akan ada jarak lagi untuk kita

Kau akan setiap hari menelponku,
Dan aku akan selalu menantikan sms darimu,
Kau pun nantinya akan memboncengku,
Dan tanganku akan melingkari perutmu
hingga sepanjang jalan dadaku pun terus  menempel di punggungmu.

Lalu tangan kita akan saling bersentuhan
Semuanya berjalan dengan indah
Tetapi lihat saja!
Kau akan tak tahan lagi memandangi pipiku yang merona
Kau juga akan berkata bosan
Lalu alisku mungkin beradu saat membayangkan kau pergi
Meninggalkanku
Dan akhirnya kubiarkan kau pun menikmati pipiku yang
lama kelamaan licin

aku akan sudah tahu jika nanti kau kembali berkata
bosan

berikutnya bibirku yang merah,
menggodamu
lalu kau akan menatap wajahku lebih dekat. Sangat dekat.
Jika begitu aku akan melangkah mundur.
Tapi tanganmu akan menahan pinggangku
Menariknya, menyatukan tubuh kita.
Kemudian kau akan mengangkat daguku terlahan
memaku wajahku ditatapanmu yang
penuh nafsu.
Perlahan mataku tertutup dan menikmati sentuhanmu

Dan jika lebih lama lagi kita merajut cinta,
Mungkin kau akan menjelajahi setiap lekukan tubuhku
Saat itu
Aku tak akan menyuruhmu diam
Atau melakah mundur, karena
Cintamu menyelimuti tubuhku
Membungkam bibirku,  menarik lidahku.
Menjadi kasur disetiap tidur kita

Jika nanti kau berkata. ‘Bosan’.
Tak akan ada lagi yang dapat kuberikan  untukmu.
Di hari itu
Mungkin karena itu
Kau akan meninggalkanku

Sebab itu,
Ku katakan jangan katakan
diamlah.

MONOLOG DRAMA KEN DEDES
             'luapan hati ken dedes,
                                  laki-laki itu'
waktu menari-nari di lembaran cinta, membolak balik tulisan takdir sang dewata. Manusia sepertiku tak kuasa melawan takdir, saat cinta yang kuharap tak kunjung datang, saat keluargaku t'lah hilang dibantai, saat mimpi t'lah musnah. Aku mati abstrak di mimpi yang kandas.

langit dan bumi pun bersaksi dijanji yang terpaksa kuucap, ditinta cinta yang dipaksa. wanita sepertiku tak mampu marah, tak dapat berdendam. walau bagaimanapun laki-laki itu suamiku dan aku adalah seorang istri juga seorang ibu yang kelak membesarkan anak-anaknya. aku tak dapat melawan tulisan takdir yang mengukirkan cintaku yang baru.

Laki-laki itu suamiku...............

                                                                                                     Oleh Didah Hamidah

Kamis, 17 Mei 2012

Kau Boleh Pergi



Kau boleh pergi,
Sejujurnya juga aku bukan pilihanmu
Sebaliknya sama,
itu dulu
Lengah ku berfikir dan kau telah lebih dulu
Hidup di kalbuku

Saat waktu tiba membawamu
Menangis saja tak cukup
Tersenyumpun tak rela


Aku berkata padamu
Kemana kau membawaku?
Senyumanmu waktu itu
kuanggap lebih dari sekedar jawaban

aku harus kembali seperti dulu
aku tanpamu yang kuat
aku yang mampu melintasi sungai

tapi saat ku cari,
aku telah hilang bersamamu yang pergi meninggalkan ku

aku sendiri ketakutan
menahan perihnya cinta yang baru kucicipi

aku tak menyalahkan siapapun atas rasa yang menyakitkan ini
karena dulupun aku tersenyum dengan rasa ini

sedikitpun aku tak membencimu
padahal aku berhak untuk itu
tak pernah membencimu
hanya akan mencintaimu

kau boleh pergi
tetapi ijinkan aku mengingatmu
menyimpan indahnya dirimu
karena dengan itu
aku bernafas

jika nanti semua t’lah berlalu
mungkin aku akan tetap disini dan bertahan
kau boleh tak kembali

 oleh: Didah Hamidah


Sabtu, 31 Maret 2012

TUHAN TOLONG


Bisakah aku marah padaMu
sebab Engkau memanggilnya lebih cepat
padahal aku tak sempat bermohon maaf
juga berbalas budi
bahkan untuk berucap terimakasih
tak cukup lama ku panggil Ayah
tak pula lama kami bersama
tak banyak waktu kami lewati

Bolehkah aku meminta pada Mu?
pertemukan kami,
walau hanya sesaat
           sepenggal kata terucap
asal bisa bersama, di peluknya
               bertemu, sudah cukup
meski hanya mimpi
           pedih sekalipun

Dapatkah Kau memutar waktu?
saat telingaku mendengar adzannya
saat pertama bibirku berucapi Ayah

aku rindu tegur kasihnya
juga rindu aroma tubuhnya,
untuk hal ini ku mohon pada Mu
sampaikan rindu ku padanya.

BAYANGAN YANG HILANG


 

Meski matahari tlah berselimut di balik bulan, Jakarta tak pernah bisa terlelap, terus menerus berjalan bertongkat lampu-lampu kota yang berlomba-lomba memancarkan cahaya, berjalan di kehidupan yang kejam yang bisa merubah seseorang terkecuali maemunah, malam ini pun ia masih setia memandang langit tanpa bintang di apartemennya di lantai delapan. Pikirnya sewaktu muda Jakarta adalah kota yang memberikan kebahagiaan namun sebaliknya selama ia berselimut di Jakarta tak pernah lagi senyuman datang pada bibir tipisnya. Apalagi melihat diri suaminya yang sudah suram dengan asap mobil.

Suara pintu di buka

Seorang pria berdasi memasuki apartemennya tanpa mengucap salam, maemunah sudah dapat menebak bahwa pria itu pastilah suaminya, segera wanita itu menyambut kedatangan pria yang sudah lama telah hidup dalam hatinya dan setiap aliran darahnya.

“ malam sekali pulangnya? “
“ ada urusan sedikit “ ucap dadang datar
“ sudah solat? “
“ masih capek, aku mau tidur saja”

Hatinya merasa diremas remas, bukankah dulu dadang adalah pemuda soleh nan baik hati? Oleh sebab itulah dirinya mau di persunting pria berbadan tinggi ini.

” aku rindu pada mu aa ” ucapnya seraia berbisik
” apa? ”
” rindu mendengar suaramu saat kau mengaji, rindu kau saat... ”
” aku ini sibuk!! Tiap hari harus pergi cari duit, itu semua untuk siapa?! Bukankah untuk mu sendiri.?!”
” maksudku bukan begitu..”
” diam !!!! jangan buatku kesal ”

Hari demi hari terus berganti namun peristiwa malam itu serasa terus menerus terulang lengkap dengan dialog yang sama

¤

Pagi itu tak seperti biasanya memunah menyiapkan sarapan dengan menu pisang goreng, pikirnya saat itu semoga dengan pisang goreng ini suaminya dapat ’kembali lagi’

” Mana sarapannya? ”
” Tarat!!!! ” dengan suara yang penuh semangat
” hah?” dengan wajah tanya dadang mengangkat sebelah alisnya

Matanya tertuju pada goreng pisang yang dimasak agak gosong ditangan maemunah, yang penuh harapan.

” Pisang goreng? Ini kesukaan aa kan? ”
” Kau mengejek hah?! ”
” Apa?...”
” Jangan pura-pura bego!!!”
” Inikan kesukaan aa? ” sekali lagi wanita itu menejelaskan
” Itu kesukaan si Dadang si buruh bangunan, bukan Pak dadang pengusaha bahan bangunan terkenal! ”

................................................................................................................

Maemunah tak melanjutkan lagi perdebatan pisang goreng yang tadi, ia sangat mengerti sipat suaminya, dan akhir dari perdebatan itupun sudah bisa ditebaknya, biarlah ia mengalah lagi dan menelan pil pahit di pagi hari dengan harapan yang salah sepertinya.
Beberapa saat kemudian roti bakar yang baru sesaat tadi matang telah mulai masuk dilahap dadang sesuap demi sesuap kemulutnya yang berkumis tebal.

¤


Jum’at pukul 12.30 WIB
Maemunah masih menyimpan segudang harapan bagi suaminya, berharap pria itu akan kembali seperti dahulu lagi, kali ini wanita manis itu mengunjungi toko matrial milik suaminya, sambil membawa serantang makan siang special.
Semoga serantang makan siang ini bisa mengingatkan dadang ketika mereka masih pacaran dulu di kampung halaman mereka, di sebuah desa yang sangat kecil dan terpencil. Saat itu dadang masih menjadi kuli bangunan dan maemunah pun barulah lulus sekolah dasar. Tapi pikiran gadis kecil itu sudah melambung jauh ke pernikahan.
Siang itu maemunah rela mencuri nasi dan sayur asam emaknya untuk ia berikan pada dadang yang bekerja membuatkan kandang kambing pak sutomo. Hingga akhirnya kaki maemunah merah-merah dipukuli pake lidi oleh nenek tua yang ia panggil dengan sebutan emak. tak sedikit pun rasa sesal melekat dihati maemunah saat itu malah rasa kesal memenuhi jantungnya pada pak sutomo yang mengadukan ulah gadis bau kencur itu pada emaknya yang galak. Bayangan kecil yang lucu dan membuatnya tersenyum malu saat mengingatnya.
.............................................................................................................................................
Setengah jam kemudian akhirnya maemunah sampai, tempatnya lumayan dekat. Namun karena jam makan siang jalanya agak macet.

¤

Sesampainya di ruang kerja dadang, hati maemunah berbunga-bunga melihat tubuh suaminya yang ketiduran di kursi kerjanya. Beberapa menit lamanya ia pandangi wajah dadang yang terlihat kelelahan. Tanpa disadari tangannya yang lembut mengusap titik-titik kringat yang jatuh dikening suaminya.
Tubuh yang tadinya tertidur pulas itu kemudian terbangun seketika.

          ” eh... Aa, keganggu yah?”
          ” kau? ”

mata dadang masih layu dan sedikit merah, beberapa kali ia menguap.

          ” Aku bawakan makan siang,”

Tanganya dengan cepat mengait gagang rantang, dan membukanya satu persatu, ditunjukannya makanan kesukaan dadang. Satu rantang berisi nasi, sayur asam, tempe goreng dan sambel plus lalabanya. Dadang hanya menatap satu persatu makanan yang disodorkan oleh istrinya dengan wajah yang sedikit kesal.

          ” kita makan bareng yuk! ”
          ” kau saja makan, ”
          ” eneng saja? A?”
          ” A udah makan ”
          ” tapi ini enak loh..., cobain dulu”

Ia menyodorkan sesendok sayur asam

          ” gimana? Enakkan?”
         ” lumayan,... aku sibuk! Bentar lagi harus ngirim dua truck pasir ke priuk”
         ” ya... udah sayurnya di bawa saja, takutnya aa laper dijalan”
         ” gak usah, kalau laper juga tinggal beli di jalan!”
         ” oh...begitu yah...” sorot matanya kembali redup. Kecewa.
         ” kau saja yang makan, ”
         ” iya..,” maemunah tak berani membantah perkataan suaminya lagi
         ” sudah dzuhur kan, Aa udah solat? Solat bareng yuk!! Disini ada musolah kan?”
         ” kau saja, aku tak sempat!”
         ” tapi Aa.... solat kan...”
         ” maemunah!!! Kau ini dari tadi ganggu saja kalau mau solat yah... solat sana!!! Ribet banget”
Bentakan dadang kali ini dengan suara yang keras membuat para pegawai meririk ke arah mereka berdua, ada rasa malu, kecewa, bahkan sakit hati dihati maemunah...
Tak mau pertengkaran yang memalukan baginya ini berlangsung lebih jauh maemunah segera bergegas ke musolah mengambil air wudu dan solat.

¤

Maemunah telah mengenakan kembali kerudungnya setelah sesaat yang tadi kerudungnya telah digantikanya dulu dengan mukena, setelah keluar dari musolah masih nampak dadang yang berdiri tegap mengangkat pinggang memandori kerja para pegawainya.
          Aku selalu berdo’a untuk mu Aa, semoga Allah SWT memberikan hidayah untuk mu agar kau bisa jadi si dadang
Selangkah demi selangkah kakinya menapaki bebatuan kecil menghampiri suaminya
          ” Aa...”
          ” kalau sudah, pulanglah.... aku sibuk”
” aku tau.., aku pulang a..”
” Munah...!! ” teriak dadang
” Emh....??”
” jangan tunggu aku pulang, nanti malam aku pulang telat! ”
” iya a....”
Iya aa....., aku tak akan menunggu atau bahkan menjemput dirimu a biarlah kau yang dulu kembali dengan sendirinya pada ku, biarlah juga segalanya kuserahkan hanya pada-Nya, semoga kau sadar bahwa kau telah berubah

Disebrang jalan sebuah angkutan kota melaju begitu cepat tak terkontrol. Maemunah terus berjalan dengan pikiranya yang sudah dari tadi kosong dan saat dadang menoleh dilihatnya tubuh istrinya tertabrak angkot dan jatuh ke tengah jalan disusul sebuah truck yang mengangkut kayu-kayu gelondongan ikut melaju pula di tengah jalan. Dan akhirnya dadang hendrawan hanya terpaku diam melihat tubuh istrinya berlumuran darah yang kini tak bernyawa lagi.
         

BUKAN PERAWAN


  " Mariam.. mariam…
Dasar! Anak yang tak tau diri, nyakitin hati orang tua sampai mati!!”
“ untung bukan anak saya!! Ih…amit-amit deh jangan sampai anak saya kayak begitu!
“ tak tau malu yah.. masih juga berani datang ke sini! Pak RT lagi, kenapai ga ngusir pelacur itu! ”

Perkataan demi perkataan dari mulut mereka bagai jarum yang tak hentinya menusuk jantung si mariam, yah..itu lah namanya  siti mariam, ia juga merasa tak pantaslah dengan nama siti mariam, salah seorang putri rosul yang benar-benar menjaga kesuciannya, tak seperti dirinya yang telah menyandang gelar ’ayam kampus’. Biarpun kini ia melontarkan sejuta alasannya menjadi ayam kampus tak membuat pekerjaan itu akan halal atau bahkan di kasihani orang, sebaliknya akibat ulahnya tersebut membuat ayah yang menjadi alasan pertama ia berbuat demikian, kini menghadap sang pencipta.

” kapan kau akan meninggalkan kampung ini?!” tanya sinis bu RT
” saya belum tau, lagi pula upacara pemakaman ayah barulah selesai” ucapnya lembut dengan paras ayu
” jangan terlalu lama tinggal di kampung ini” serunya datar

Kini tak ada seorang pun yang menginginkan ke hadirannya di dunia ini, yang ada hanyalah segelintir om.. om.. yang siap membawanya ke hotel-hotel mewah di bandung.

***

Malam itu mariam bermimpi
Melihat sosok ibunya yang cantik tak kalah dengan dirinya sedang mengobrol dengan ibu-ibu pengajian

“ anak gadis ku itu pintar sekali, ia bisa mendapatkan beasiswa kuliah loh bu… “
“ benarkah? “
“ kemarin ia mengirim surat, katanya saya gak perlu kawatir dengan uang kuliahnya, karna dia dapat beasiswa “
“ senangnya punya anak pintar “
“ yah…. Begitulah awalnya juga saya khawatir dengan mariam apalagi bapaknya sakit-sakitan terus, mengingat usaha keluarga kami bangkrut, terlintas dibenak saya untuk menyuruhnya berhenti kuliah, tapi dengan surat dan sejumlah uang yang ia berikan buat pengobatan bapaknya, saya lega sekali. Alhamdulillah Allah memberikan jalan keluarnya”

Mariam akhirnya terbangun dari tidurnya dengan titik-titik keringat tersebar dikeningnya, seketika air mata jatuh terurai begitu saja, Ia pun jadi teringat kabar ibunya yang baru seminggu masuk rumah sakit jiwa. Kemudian ia beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi, setelahnya ia pun bersujud di tengah tahajudnya dilanjutkanlah dengan sholat tobat.

***

Sekilas rumah sakit ini tak ada bedanya dengan rumah sakit lain, pikirnya saat itu. Ia bahkan tak menyangka sedikitpun ibunya sampai tinggal disini bahkan disebabkan oleh dirinya, pandangannya kemudian tertuju pada seorang wanita tua yang cantik yang sedang melamun di kursi kayu dekat kolam ikan, tak beberapa langkah berjalan mariampun berhenti, iapun duduk di samping wanita tua dengan pandangan kosongnya. Kemudian seorang gadis muda berpakaian putih-putih datang pula menghampiri,

” ibu.. mari masuk dulu, ibukan belum sarapan!!” ucapnya lembut
” ga mau... saya lagi nunggu mariam pulang kuliah ”
” iya.... nunggunya nanti saja, setelah ibu selesai sarapan ”

Mariam yang duduk di samping ibunya akhirnya sadar akan berapa besar kekecewaan yang ia tanamkan di hati kedua orang tuanya,
Mariam hanya diam memandangi ketulusan suster muda itu yang begitu sabar mengurus ibunya juga pasien yang lainnya, andai ia bisa seperti suster itu

” suster...suster... juga tunggu saja bareng ibu, tar kalau anak ibu sudah datang, suster pasti dikasih oleh-oleh, anak saya kan kuliah di bandung, dia pinter loh dapat beasiswa, suster waktu kuliah gimana?”
” ah... saya tidak sepintar anak ibu,”

Mariam akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit itu, ia tidak tahan melihat luka-luka dalam diri ibunya yang semakin jelas dilihatnya.

***

Mariam memutuskan untuk pulang berjalan kaki ia tak mencoba menghentikan angkot atau ojek sekalipun, mariam berjalan pelan menapaki kakinya yang terus menerus beromba-lomba menjadi terdepan, dirinya tak memikirkan bahwa seharusnya dia sudah sampai di rumah jika saja dia menaiki angkot, mariam berharap kakinya tak membawanya memasuki perkampungan yang tak menghendaki kehadiranya, ia kini lebih suka kepanasan dan di baluti asap kendaraan di jalanan daripada dirumahnya yang asri, pikirnya saat itu di jalanan kehidupanya bisa lebih tenram karna tak ada seorangpun yang kenal atau mengetahui siapa sebenarnya dirinya

***

Sesampainya dirumah mariam tlah disambut oleh sebagian besar penduduk kampung, bukan lah rasa senang atau rindu yang terpancar di raut-raut penduduk kampung yang tlah menunggunya hampir satu jam itu namun raut wajah orang yang penuh kebencian

” heh...pelacur!! dari mana saja kau ” ucap bu mira pedagang warung di persimpangan jalan sebelah
” hah... paling habis mangkal lagi ” ucap ibu-ibu yang satunya lagi
” sudah... sudah.... jangan ribut!! ” tegur pak rt lantang
” pak Rt ngebelain pelacur ini yah?! Jangan-jangan pak rt suka lagi sama pelacur hina macam dia” ucap pak tarjo

Lucu sekali, bukanya pak tarjo yang dulu meminta saya untuk menemaninya saat ia masih menjadi sopir taksi di bandung, dengan liciknya pria berkumis tebal itu menuduh pak RT yang bijaksana, aku masih ingat saat kami tak sengaja bertemu, saat itu aku berdandan rapi seperti malam yang biasanya, andai saja aku sudah tau bahwa pak tarjo yang ternyata memesanku tak akan pernah ku lewati peristiwa terkutuk itu, mungkin saja jika pertemuan itu tak pernah terjadi ayah tak akan meninggal dan ibu pun tak perlu tinggal di rumah sakit jiwa. Aku memang sama hinanya dengan pak tarjo tapi tak semunapik dia yang menuduh orang baik. Pikir ku dalam hati berandai-andai

” bukannya membela, tapi selesaikanlah masalah ini dengan kepala dingin, jangan dengan emosi” ucapnya menasehati
” justru menghadapi pelacur hina macam dia harus dengan emosi”
“ iya... benar..benar...” jawab mereka dengan semangat seakan-akan hanya mariamlah yang memiliki dosa

Keringat dingin mulai bercucuran di kening mariam yang sebagianya tertutup kerudung, ia menyedari bahwa dirinya berada dalam situasa yang amat buruk, tak ada yang diaperbuatnya selain pasrah dan memohon pertolongan dari Allah swt yang baru ia dekati semalam.

“ sabar...sabar... dulu!! “ ucap pak RT sekali lagi

Sanggupkah pak rt menghalau amarah para penduduk desa? Pikir mariam saat itu

“ ah.... persetan dengan sabar,
kita harus menegakkan hukum islam, sekarang rajam si pelacur ini”

hukum islam? Apa benar yang mereka akan lakukan padaku adalah menurut syariat islam? Jika memang benar aku ikhlas menerimanya, semoga Allah bisa mengampuni dosa-dosa ku dengan aku yang harus di rajam. Kali ini aku mulai merasakan pukulan demi pukulan mendarat di sekujur tubuhku aku tidak bisa menghitung berapa banyak orang memukuli ku, aku ikhlas menerima semuanya jika memang itu pantas bagiku di mata agama, namun seseorang mulai menarik-narik kerudungku, padahal mulai hari ini aku tlah memutuskan akan selamanya menutup aurat ini, dan kini rambutku tlah terurai, lalu seseorang membawa gunting memotong rambutku tak karuan dan...mereka mengguntingi pakaian ku. Pikir ku lemas


tiba-tiba semuanya terasa menjadi gelap kemudian aku seakan tlah di bawa ke tempat lain. Tempat yang baru pertama kali ku kunjungi dan sejauh ku memndang tak ada siapapun di tempat ini selain aku dan dia, dia yang mengaku sebagai malaikat ijro’il.



tamat