Senin, 10 Desember 2012
SATU PERSEN
oleh Didah Hamidah
Penyihir negeri seberang
sihirmu t'lah sampai dimataku
memekatkan pandangku dari
dunia dusta
di tengah lelaki pendusta
Ini aku menangis menahan perih
cintaku habis terkikis
bersisa satu persen saja. Sebab
sihirmu menahan panah terujung
menyisahkan harap tak berjudul
penyihir negeri seberang
bawa aku menyebrang ke negerimu
menjauh dari lelaki pendusta
Jumat, 06 Juli 2012
kristalkasihku
mungkin tulisan ini mampu berubah menjadi artepak di hatimu yang kini telah menghapusku, atau benar-benar t'lah menghilangkanku yang terus menyakitimu.
boleh saja jika kau memakiku atau membenciku, asal namaku tetap kau ingat. bagiku untuk sekarang itu sudah cukup
setengah dari umurku kuhabiskan untuk tertawa bersamamu, membagi kisah cerita, segalanya. tak ada yang kusembunyikan. 'karena terlalu banyak waktu untuk kita bersama, sahabat'.
apa aku yang bodoh, atau sebut saja munafik, untuk mengakui rasa hatiku yang ternyata sama dengan mu.
ku pikir ini bukan. atau salah. dan tidak!!!!
saat semua berjalan, dan kau pun berjalan menjauhiku. pada akhirnya aku sadar. lebih dari segala-galanya aku juga merasakan itu juga.
tapi mungkin kau lelah karena separuh dari umurmu itu, kau habiskan hanya untuk perpempuan sepertiku hingga akhirnya, kau pergi_
-didah hamidah-
boleh saja jika kau memakiku atau membenciku, asal namaku tetap kau ingat. bagiku untuk sekarang itu sudah cukup
setengah dari umurku kuhabiskan untuk tertawa bersamamu, membagi kisah cerita, segalanya. tak ada yang kusembunyikan. 'karena terlalu banyak waktu untuk kita bersama, sahabat'.
apa aku yang bodoh, atau sebut saja munafik, untuk mengakui rasa hatiku yang ternyata sama dengan mu.
ku pikir ini bukan. atau salah. dan tidak!!!!
saat semua berjalan, dan kau pun berjalan menjauhiku. pada akhirnya aku sadar. lebih dari segala-galanya aku juga merasakan itu juga.
tapi mungkin kau lelah karena separuh dari umurmu itu, kau habiskan hanya untuk perpempuan sepertiku hingga akhirnya, kau pergi_
-didah hamidah-
Rabu, 30 Mei 2012
BERMAIN DIAM
Oleh Didah Hamidah
Teman...
Jangan katakan! rasamu....
Cukup hatimu yang tahu
Biarkan aku dirundung rasa tanya
Tatkala memikirkanmu
Kurasa akan lebih baik begini
Jika nanti telingaku terus menanti bisikan cintamu
Dan gadis genit ini merayumu untuk itu
Jangan pedulikan, karena nantinya
Tak akan ada jarak lagi untuk kita
Kau akan setiap hari menelponku,
Dan aku akan selalu menantikan sms darimu,
Kau pun nantinya akan memboncengku,
Dan tanganku akan melingkari perutmu
hingga sepanjang jalan dadaku pun terus menempel di punggungmu.
Lalu tangan kita akan saling bersentuhan
Semuanya berjalan dengan indah
Tetapi lihat saja!
Kau akan tak tahan lagi memandangi pipiku yang merona
Kau juga akan berkata bosan
Lalu alisku mungkin beradu saat membayangkan kau pergi
Meninggalkanku
Dan akhirnya kubiarkan kau pun menikmati pipiku yang
lama kelamaan licin
aku akan sudah tahu jika nanti kau kembali berkata
bosan
berikutnya bibirku yang merah,
menggodamu
lalu kau akan menatap wajahku lebih dekat. Sangat dekat.
Jika begitu aku akan melangkah mundur.
Tapi tanganmu akan menahan pinggangku
Menariknya, menyatukan tubuh kita.
Kemudian kau akan mengangkat daguku terlahan
memaku wajahku ditatapanmu yang
penuh nafsu.
Perlahan mataku tertutup dan menikmati sentuhanmu
Dan jika lebih lama lagi kita merajut cinta,
Mungkin kau akan menjelajahi setiap lekukan tubuhku
Saat itu
Aku tak akan menyuruhmu diam
Atau melakah mundur, karena
Cintamu menyelimuti tubuhku
Membungkam bibirku, menarik lidahku.
Menjadi kasur disetiap tidur kita
Jika nanti kau berkata. ‘Bosan’.
Tak akan ada lagi yang dapat kuberikan untukmu.
Di hari itu
Mungkin karena itu
Kau akan meninggalkanku
Sebab itu,
Ku katakan jangan katakan
diamlah.
MONOLOG DRAMA KEN DEDES
'luapan hati ken dedes,
laki-laki itu'
waktu menari-nari di lembaran cinta, membolak balik tulisan takdir sang dewata. Manusia sepertiku tak kuasa melawan takdir, saat cinta yang kuharap tak kunjung datang, saat keluargaku t'lah hilang dibantai, saat mimpi t'lah musnah. Aku mati abstrak di mimpi yang kandas.
langit dan bumi pun bersaksi dijanji yang terpaksa kuucap, ditinta cinta yang dipaksa. wanita sepertiku tak mampu marah, tak dapat berdendam. walau bagaimanapun laki-laki itu suamiku dan aku adalah seorang istri juga seorang ibu yang kelak membesarkan anak-anaknya. aku tak dapat melawan tulisan takdir yang mengukirkan cintaku yang baru.
Laki-laki itu suamiku...............
Oleh Didah Hamidah
'luapan hati ken dedes,
laki-laki itu'
waktu menari-nari di lembaran cinta, membolak balik tulisan takdir sang dewata. Manusia sepertiku tak kuasa melawan takdir, saat cinta yang kuharap tak kunjung datang, saat keluargaku t'lah hilang dibantai, saat mimpi t'lah musnah. Aku mati abstrak di mimpi yang kandas.
langit dan bumi pun bersaksi dijanji yang terpaksa kuucap, ditinta cinta yang dipaksa. wanita sepertiku tak mampu marah, tak dapat berdendam. walau bagaimanapun laki-laki itu suamiku dan aku adalah seorang istri juga seorang ibu yang kelak membesarkan anak-anaknya. aku tak dapat melawan tulisan takdir yang mengukirkan cintaku yang baru.
Laki-laki itu suamiku...............
Oleh Didah Hamidah
Kamis, 17 Mei 2012
Kau Boleh Pergi
Kau boleh pergi,
Sejujurnya juga aku
bukan pilihanmu
Sebaliknya sama,
itu dulu
Lengah ku berfikir
dan kau telah lebih dulu
Hidup di kalbuku
Saat waktu tiba
membawamu
Menangis saja tak
cukup
Tersenyumpun tak
rela
Aku berkata padamu
Kemana kau
membawaku?
Senyumanmu waktu itu
kuanggap lebih dari
sekedar jawaban
aku harus kembali
seperti dulu
aku tanpamu yang
kuat
aku yang mampu
melintasi sungai
tapi saat ku cari,
aku telah hilang
bersamamu yang pergi meninggalkan ku
aku sendiri
ketakutan
menahan perihnya
cinta yang baru kucicipi
aku tak menyalahkan
siapapun atas rasa yang menyakitkan ini
karena dulupun aku
tersenyum dengan rasa ini
sedikitpun aku tak
membencimu
padahal aku berhak
untuk itu
tak pernah
membencimu
hanya akan
mencintaimu
kau boleh pergi
tetapi ijinkan aku
mengingatmu
menyimpan indahnya
dirimu
karena dengan itu
aku bernafas
jika nanti semua
t’lah berlalu
mungkin aku akan
tetap disini dan bertahan
kau boleh tak
kembali
oleh: Didah Hamidah
Sabtu, 31 Maret 2012
TUHAN TOLONG
Bisakah aku marah padaMu
sebab Engkau memanggilnya lebih cepat
padahal aku tak sempat bermohon maaf
juga berbalas budi
bahkan untuk berucap terimakasih
tak cukup lama ku
panggil ‘Ayah’
tak pula lama kami bersama
tak banyak waktu kami
lewati
Bolehkah aku meminta pada Mu?
pertemukan kami,
walau hanya sesaat
sepenggal kata terucap
asal bisa bersama, di peluknya
bertemu, sudah cukup
meski hanya mimpi
pedih sekalipun
Dapatkah Kau memutar waktu?
saat telingaku mendengar adzannya
saat
pertama bibirku berucapi ‘Ayah’
aku rindu tegur kasihnya
juga rindu aroma
tubuhnya,
untuk hal ini ku mohon
pada Mu
sampaikan rindu ku
padanya.
BAYANGAN YANG HILANG
Meski
matahari tlah berselimut di balik bulan, Jakarta tak pernah bisa terlelap,
terus menerus berjalan bertongkat lampu-lampu kota yang berlomba-lomba
memancarkan cahaya, berjalan di kehidupan yang kejam yang bisa merubah
seseorang terkecuali maemunah, malam ini pun ia masih setia memandang langit
tanpa bintang di apartemennya di lantai delapan. Pikirnya sewaktu muda Jakarta
adalah kota yang memberikan kebahagiaan namun sebaliknya selama ia berselimut
di Jakarta tak pernah lagi senyuman datang pada bibir tipisnya. Apalagi melihat
diri suaminya yang sudah suram dengan asap mobil.
Suara
pintu di buka
Seorang
pria berdasi memasuki apartemennya tanpa mengucap salam, maemunah sudah dapat
menebak bahwa pria itu pastilah suaminya, segera wanita itu menyambut
kedatangan pria yang sudah lama telah hidup dalam hatinya dan setiap aliran
darahnya.
“ malam sekali pulangnya? “
“ ada urusan sedikit “ ucap dadang datar
“ sudah solat? “
“ masih capek, aku mau tidur saja”
Hatinya merasa diremas remas, bukankah
dulu dadang adalah pemuda soleh nan baik hati? Oleh sebab itulah dirinya mau di
persunting pria berbadan tinggi ini.
” aku rindu pada mu aa
” ucapnya seraia berbisik
” apa? ”
” rindu mendengar
suaramu saat kau mengaji, rindu kau saat... ”
” aku ini sibuk!! Tiap hari harus pergi cari duit, itu semua untuk siapa?!
Bukankah untuk mu sendiri.?!”
” maksudku bukan
begitu..”
” diam !!!! jangan
buatku kesal ”
Hari demi hari terus berganti namun peristiwa
malam itu serasa terus menerus terulang lengkap dengan dialog yang sama
¤
Pagi itu tak seperti biasanya memunah
menyiapkan sarapan dengan menu pisang goreng, pikirnya saat itu semoga dengan
pisang goreng ini suaminya dapat ’kembali lagi’
” Mana
sarapannya? ”
” Tarat!!!! ”
dengan suara yang penuh semangat
” hah?” dengan
wajah tanya dadang mengangkat sebelah alisnya
Matanya tertuju pada goreng pisang yang
dimasak agak gosong ditangan maemunah, yang penuh harapan.
” Pisang
goreng? Ini kesukaan aa kan? ”
” Kau mengejek
hah?! ”
” Apa?...”
” Jangan
pura-pura bego!!!”
” Inikan
kesukaan aa? ” sekali lagi wanita itu menejelaskan
” Itu kesukaan si Dadang si buruh bangunan, bukan Pak dadang pengusaha
bahan bangunan terkenal! ”
................................................................................................................
Maemunah tak
melanjutkan lagi perdebatan pisang goreng yang tadi, ia sangat mengerti sipat
suaminya, dan akhir dari perdebatan itupun sudah bisa ditebaknya, biarlah ia
mengalah lagi dan menelan pil pahit di pagi hari dengan harapan yang salah
sepertinya.
Beberapa saat kemudian
roti bakar yang baru sesaat tadi matang telah mulai masuk dilahap dadang sesuap
demi sesuap kemulutnya yang berkumis tebal.
¤
Jum’at pukul 12.30 WIB
Maemunah masih menyimpan segudang harapan
bagi suaminya, berharap pria itu akan kembali seperti dahulu lagi, kali ini
wanita manis itu mengunjungi toko matrial milik suaminya, sambil membawa
serantang makan siang special.
Semoga serantang makan siang ini bisa
mengingatkan dadang ketika mereka masih pacaran dulu di kampung halaman mereka,
di sebuah desa yang sangat kecil dan terpencil. Saat itu dadang masih menjadi
kuli bangunan dan maemunah pun barulah lulus sekolah dasar. Tapi pikiran gadis
kecil itu sudah melambung jauh ke pernikahan.
Siang itu maemunah rela mencuri nasi dan
sayur asam emaknya untuk ia berikan pada dadang yang bekerja membuatkan kandang
kambing pak sutomo. Hingga akhirnya kaki maemunah merah-merah dipukuli pake
lidi oleh nenek tua yang ia panggil dengan sebutan emak. tak sedikit pun rasa
sesal melekat dihati maemunah saat itu malah rasa kesal memenuhi jantungnya pada
pak sutomo yang mengadukan ulah gadis bau kencur itu pada emaknya yang galak.
Bayangan kecil yang lucu dan membuatnya tersenyum malu saat mengingatnya.
.............................................................................................................................................
Setengah jam kemudian akhirnya maemunah
sampai, tempatnya lumayan dekat. Namun karena jam makan siang jalanya agak
macet.
¤
Sesampainya di ruang kerja dadang, hati
maemunah berbunga-bunga melihat tubuh suaminya yang ketiduran di kursi
kerjanya. Beberapa menit lamanya ia pandangi wajah dadang yang terlihat
kelelahan. Tanpa disadari tangannya yang lembut mengusap titik-titik kringat
yang jatuh dikening suaminya.
Tubuh yang tadinya tertidur pulas itu
kemudian terbangun seketika.
”
eh... Aa, keganggu yah?”
”
kau? ”
mata dadang masih layu dan sedikit merah,
beberapa kali ia menguap.
”
Aku bawakan makan siang,”
Tanganya dengan cepat mengait gagang
rantang, dan membukanya satu persatu, ditunjukannya makanan kesukaan dadang.
Satu rantang berisi nasi, sayur asam, tempe goreng dan sambel plus lalabanya.
Dadang hanya menatap satu persatu makanan yang disodorkan oleh istrinya dengan
wajah yang sedikit kesal.
”
kita makan bareng yuk! ”
”
kau saja makan, ”
”
eneng saja? A?”
”
A udah makan ”
”
tapi ini enak loh..., cobain dulu”
Ia menyodorkan sesendok sayur asam
”
gimana? Enakkan?”
” lumayan,... aku sibuk!
Bentar lagi harus ngirim dua truck pasir ke priuk”
” ya... udah sayurnya di bawa
saja, takutnya aa laper dijalan”
” gak usah, kalau laper juga
tinggal beli di jalan!”
” oh...begitu yah...” sorot
matanya kembali redup. Kecewa.
” kau saja yang makan, ”
” iya..,” maemunah tak berani
membantah perkataan suaminya lagi
” sudah dzuhur kan, Aa udah
solat? Solat bareng yuk!! Disini ada musolah kan?”
” kau saja, aku tak sempat!”
” tapi Aa.... solat kan...”
” maemunah!!! Kau ini dari
tadi ganggu saja kalau mau solat yah... solat sana!!! Ribet banget”
Bentakan dadang kali ini dengan suara
yang keras membuat para pegawai meririk ke arah mereka berdua, ada rasa malu,
kecewa, bahkan sakit hati dihati maemunah...
Tak mau pertengkaran yang memalukan
baginya ini berlangsung lebih jauh maemunah segera bergegas ke musolah
mengambil air wudu dan solat.
¤
Maemunah telah mengenakan kembali
kerudungnya setelah sesaat yang tadi kerudungnya telah digantikanya dulu dengan
mukena, setelah keluar dari musolah masih nampak dadang yang berdiri tegap
mengangkat pinggang memandori kerja para pegawainya.
Aku selalu berdo’a untuk mu Aa, semoga Allah
SWT memberikan hidayah untuk mu agar kau bisa jadi si dadang
Selangkah demi selangkah kakinya menapaki
bebatuan kecil menghampiri suaminya
”
Aa...”
”
kalau sudah, pulanglah.... aku sibuk”
” aku tau.., aku
pulang a..”
” Munah...!! ” teriak
dadang
” Emh....??”
” jangan tunggu aku
pulang, nanti malam aku pulang telat! ”
” iya a....”
Iya aa....., aku tak akan menunggu atau bahkan menjemput
dirimu a biarlah kau yang dulu kembali dengan sendirinya pada ku, biarlah juga
segalanya kuserahkan hanya pada-Nya, semoga kau sadar bahwa kau telah berubah
Disebrang jalan sebuah angkutan kota
melaju begitu cepat tak terkontrol. Maemunah terus berjalan dengan pikiranya
yang sudah dari tadi kosong dan saat dadang menoleh dilihatnya tubuh istrinya
tertabrak angkot dan jatuh ke tengah jalan disusul sebuah truck yang mengangkut
kayu-kayu gelondongan ikut melaju pula di tengah jalan. Dan akhirnya dadang
hendrawan hanya terpaku diam melihat tubuh istrinya berlumuran darah yang kini
tak bernyawa lagi.
BUKAN PERAWAN
" Mariam.. mariam…
Dasar! Anak yang tak tau diri,
nyakitin hati orang tua sampai mati!!”
“ untung bukan
anak saya!! Ih…amit-amit deh jangan sampai anak saya kayak begitu! “
“ tak tau malu yah..
masih juga berani datang ke sini! Pak RT lagi, kenapai ga ngusir pelacur itu! ”
Perkataan demi perkataan dari mulut mereka bagai jarum
yang tak hentinya menusuk jantung si mariam, yah..itu lah namanya siti mariam, ia juga merasa tak pantaslah
dengan nama siti mariam, salah seorang putri rosul yang benar-benar menjaga
kesuciannya, tak seperti dirinya yang telah menyandang gelar ’ayam kampus’.
Biarpun kini ia melontarkan sejuta alasannya menjadi ayam kampus tak membuat
pekerjaan itu akan halal atau bahkan di kasihani orang, sebaliknya akibat
ulahnya tersebut membuat ayah yang menjadi alasan pertama ia berbuat demikian,
kini menghadap sang pencipta.
” kapan kau akan meninggalkan kampung
ini?!” tanya sinis bu RT
” saya belum tau,
lagi pula upacara pemakaman ayah barulah selesai” ucapnya lembut dengan paras
ayu
” jangan terlalu
lama tinggal di kampung ini” serunya datar
Kini tak ada seorang pun yang menginginkan ke hadirannya
di dunia ini, yang ada hanyalah segelintir om.. om.. yang siap membawanya ke
hotel-hotel mewah di bandung.
***
Malam itu mariam bermimpi
Melihat sosok ibunya yang cantik tak kalah dengan dirinya
sedang mengobrol dengan ibu-ibu pengajian
“ anak gadis ku itu
pintar sekali, ia bisa mendapatkan beasiswa kuliah loh bu… “
“ benarkah? “
“ kemarin ia mengirim surat, katanya saya gak perlu kawatir
dengan uang kuliahnya, karna dia dapat beasiswa “
“ senangnya punya anak
pintar “
“ yah…. Begitulah
awalnya juga saya khawatir dengan mariam apalagi bapaknya sakit-sakitan terus, mengingat
usaha keluarga kami bangkrut, terlintas dibenak saya untuk menyuruhnya berhenti
kuliah, tapi dengan surat dan sejumlah uang yang ia berikan buat pengobatan bapaknya,
saya lega sekali. Alhamdulillah Allah memberikan jalan keluarnya”
Mariam akhirnya terbangun dari tidurnya dengan
titik-titik keringat tersebar dikeningnya, seketika air mata jatuh terurai
begitu saja, Ia pun jadi teringat kabar ibunya yang baru seminggu masuk rumah
sakit jiwa. Kemudian ia beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi,
setelahnya ia pun bersujud di tengah tahajudnya dilanjutkanlah dengan sholat
tobat.
***
Sekilas rumah sakit ini tak ada bedanya dengan rumah
sakit lain, pikirnya saat itu. Ia bahkan tak menyangka sedikitpun ibunya sampai
tinggal disini bahkan disebabkan oleh dirinya, pandangannya kemudian tertuju
pada seorang wanita tua yang cantik yang sedang melamun di kursi kayu dekat
kolam ikan, tak beberapa langkah berjalan mariampun berhenti, iapun duduk di
samping wanita tua dengan pandangan kosongnya. Kemudian seorang gadis muda
berpakaian putih-putih datang pula menghampiri,
” ibu.. mari masuk dulu, ibukan belum
sarapan!!” ucapnya lembut
” ga mau... saya lagi nunggu mariam
pulang kuliah ”
” iya.... nunggunya nanti saja, setelah
ibu selesai sarapan ”
Mariam yang duduk di samping ibunya akhirnya sadar akan
berapa besar kekecewaan yang ia tanamkan di hati kedua orang tuanya,
Mariam hanya diam memandangi ketulusan suster muda itu
yang begitu sabar mengurus ibunya juga pasien yang lainnya, andai ia bisa
seperti suster itu
” suster...suster... juga tunggu saja
bareng ibu, tar kalau anak ibu sudah datang, suster pasti dikasih oleh-oleh,
anak saya kan kuliah di bandung, dia pinter loh dapat beasiswa, suster waktu
kuliah gimana?”
” ah... saya tidak sepintar anak ibu,”
Mariam akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit
itu, ia tidak tahan melihat luka-luka dalam diri ibunya yang semakin jelas
dilihatnya.
***
Mariam memutuskan untuk pulang berjalan kaki ia tak
mencoba menghentikan angkot atau ojek sekalipun, mariam berjalan pelan menapaki
kakinya yang terus menerus beromba-lomba menjadi terdepan, dirinya tak
memikirkan bahwa seharusnya dia sudah sampai di rumah jika saja dia menaiki
angkot, mariam berharap kakinya tak membawanya memasuki perkampungan yang tak
menghendaki kehadiranya, ia kini lebih suka kepanasan dan di baluti asap
kendaraan di jalanan daripada dirumahnya yang asri, pikirnya saat itu di jalanan
kehidupanya bisa lebih tenram karna tak ada seorangpun yang kenal atau
mengetahui siapa sebenarnya dirinya
***
Sesampainya dirumah mariam tlah disambut oleh sebagian
besar penduduk kampung, bukan lah rasa senang atau rindu yang terpancar di
raut-raut penduduk kampung yang tlah menunggunya hampir satu jam itu namun raut
wajah orang yang penuh kebencian
” heh...pelacur!!
dari mana saja kau ” ucap bu mira pedagang warung di persimpangan jalan sebelah
” hah... paling
habis mangkal lagi ” ucap ibu-ibu yang satunya lagi
” sudah... sudah....
jangan ribut!! ” tegur pak rt lantang
” pak Rt ngebelain
pelacur ini yah?! Jangan-jangan pak rt suka lagi sama pelacur hina macam dia”
ucap pak tarjo
Lucu sekali, bukanya pak tarjo yang dulu meminta saya
untuk menemaninya saat ia masih menjadi sopir taksi di bandung, dengan liciknya
pria berkumis tebal itu menuduh pak RT yang bijaksana, aku masih ingat saat
kami tak sengaja bertemu, saat itu aku berdandan rapi seperti malam yang
biasanya, andai saja aku sudah tau bahwa pak tarjo yang ternyata memesanku tak
akan pernah ku lewati peristiwa terkutuk itu, mungkin saja jika pertemuan itu
tak pernah terjadi ayah tak akan meninggal dan ibu pun tak perlu tinggal di
rumah sakit jiwa. Aku memang sama hinanya dengan pak tarjo tapi tak semunapik
dia yang menuduh orang baik. Pikir ku dalam hati berandai-andai
” bukannya membela,
tapi selesaikanlah masalah ini dengan kepala dingin, jangan dengan emosi”
ucapnya menasehati
” justru
menghadapi pelacur hina macam dia harus dengan emosi”
“ iya...
benar..benar...” jawab mereka dengan semangat seakan-akan hanya mariamlah yang
memiliki dosa
Keringat dingin mulai bercucuran di kening mariam yang
sebagianya tertutup kerudung, ia menyedari bahwa dirinya berada dalam situasa
yang amat buruk, tak ada yang diaperbuatnya selain pasrah dan memohon
pertolongan dari Allah swt yang baru ia dekati semalam.
“ sabar...sabar... dulu!! “ ucap pak
RT sekali lagi
Sanggupkah pak rt menghalau amarah para penduduk desa?
Pikir mariam saat itu
“ ah.... persetan dengan sabar,
kita harus menegakkan hukum islam,
sekarang rajam si pelacur ini”
hukum islam? Apa benar yang mereka akan lakukan padaku
adalah menurut syariat islam? Jika memang benar aku ikhlas menerimanya, semoga
Allah bisa mengampuni dosa-dosa ku dengan aku yang harus di rajam. Kali ini aku
mulai merasakan pukulan demi pukulan mendarat di sekujur tubuhku aku tidak bisa
menghitung berapa banyak orang memukuli ku, aku ikhlas menerima semuanya jika
memang itu pantas bagiku di mata agama, namun seseorang mulai menarik-narik
kerudungku, padahal mulai hari ini aku tlah memutuskan akan selamanya menutup
aurat ini, dan kini rambutku tlah terurai, lalu seseorang membawa gunting memotong
rambutku tak karuan dan...mereka mengguntingi pakaian ku. Pikir ku lemas
tiba-tiba semuanya terasa menjadi gelap kemudian aku
seakan tlah di bawa ke tempat lain. Tempat yang baru pertama kali ku kunjungi
dan sejauh ku memndang tak ada siapapun di tempat ini selain aku dan dia, dia
yang mengaku sebagai malaikat ijro’il.
tamat
Langganan:
Postingan (Atom)